Saturday, December 31, 2016

Rasa Betah

Saya mau rumah yang mungil, kebunnya luas, tembok-nya  berwarna pastel, tempat duduk,  mejanya  yang rendah,  tempat  tidur,  gordennya  yang   begini, dapurnya yang begitu, lampunya redup, kamar  mandi dan WC-nya ... Pusing, selalu ada saja seribu satu keinginan yang lain yang mau diupayakan agar rumah dibikin menjadi lebih hangat, lebih betah didiami. Begitu keluh calon pengantin.  

Ah,  lihat saja sebagaimana digambarkan  di  buku-buku dengan desain interior yang hebat atau  rumah percontohan.  Tetapi  yang paling  penting,  tidak bisa ia dapati  dalam buku-buku atau rumah percontohan itu.   

Nah,  di mana orang atau apa yang paling  dicintai kita  itu berada, disitulah firdaus,  tempat  yang selalu  kita rindukan. Disitu pula tempat di  mana kita  merasa diri kita paling betah, paling  kaya, paling  bahagia  di dunia.

Kalau  pun sedang kurang uang, rumah  kayu,  rumah bilik  bisa menjadi tempat yang paling  betah  ditinggali.  Sofa,  bale-bale,  tikar  pun   menjadi paling  hangat  ditiduri. Ruang  kecil  sepertinya menjadi  luas,  sedikit  makanan  saja  sepertinya berlimpah dan menjadi hidangan yang paling  lezat.

Coba tinggal, hidup bersama dengan seseorang yang dibenci, yang tidak kita senangi. Di tempat enak pun, rasanya seperti neraka. Makanan  lezat serasa pahit, gedung besar sepertinya  sempit, makanan   sebanyak  apapun,  sepertinya   sedikit, karena tiada lagi tempat, sudut kecil, sesuap nasi pun  yang  direlakan,  disisihkan  baginya.   

Maka berdoalah  agar pasangan pengantin beruntung  bisa saling  menyayangi sampai usia lanjut. Siapa,  apa yang bisa mencegah hati manusia tidak berubah?
Sang Penyair berkata,

Lebih hijau daun-daun menghijau,
Lebih manis rasa manisnya buah-buah,
Lebih cerah, cemerlang suatu hari,
Kala cinta berbicara.

*Diterjemahkan  bebas dari

Die Jahreszeiten,Haydn.                                      

Nopember 1997


This is my book. You can read it.

No comments: