Konon Sang Raja amat gelisah. Meski ia setiap hari disediakan makanan yang cuma bisa diimpikan, dihirup harumnya oleh warga kecil, … selera makannya makin merosot.
Meski tidurnya diperaduan yang paling empuk dan mewah tanpa ada suara berisik, ia tidak bisa tidur. Para tabib paling hebat memeriksanya. Mereka tidak menemukan apa-apa. Sang Raja tetap saja lesu dan tidak bergairah.
Mendengar kabar, seorang kakek datang untuk menyembuhkannya.
Syarat-syaratnya, Sang Raja harus mematuhinya seratus persen tanpa bersungut-sungut, perintahnya.
Hari pertama, Sang Raja diperintahkan menyamar sebagai seorang petani berpakaian butut. Sang Kakek membawanya jalan kaki jauh ke desa untuk dipekerjakan di sawah dan di ladang.
Alangkah teriknya matahari. Betapa canggung ia menggunakan cangkul. Ia yang selalu memerintah, memaki-maki kini diperintah, dimaki-maki sebagai orang goblok dan pemalas. Mengingat janjinya ia diam dan tidak mengeluh.
Hari pertama ia begitu letih dan haus sehingga Sang Raja cuma ingat sejuknya minuman air kendi bak minuman surga, melebihi minuman anggur di istananya.
Sampai di pondoknya ia langsung tertidur dengan nyenyak dibale-bale kumal dan reyot, ketimbang diatas peraduannya yang harum dan empuk. Oh, tak pernah ia tidur sedemikian nikmatnya.
Sampai di pondoknya ia langsung tertidur dengan nyenyak dibale-bale kumal dan reyot, ketimbang diatas peraduannya yang harum dan empuk. Oh, tak pernah ia tidur sedemikian nikmatnya.
Setelah sebulan dan terbiasa bangun pagi-pagi, kini baginya seakan-akan untuk pertama kalinya terbentang pemandangan langit terbuka.
Ia melihat indahnya matahari terbit, merasa paginya hari ketika kakinya basah di atas rumput yang berembun, mendengar burung-burung berkicau, mendengar indahnya suara air yang ramai-ramai berjatuhan ke sawah dan merasa sejuknya air gunung yang mengalir, setelah panas habis bekerja, ikut mandi memandikan kerbaunya.
Itu jauh lebih nikmat ketimbang mandi di bak air hangat atau di kolam renangnya yang mewah. Kakinya menjadi kuat, ia tak perlu naik kereta kencana. Tangannya kuat dan cekat. ia tak perlu dimanja dengan seorang pelayan.
Ia tak pernah bermimpi bahwa makan sebungkus nasi dengan tempe, lalap dan sambal diatas daun pisang bisa begitu nikmatnya, ketimbang makanan, minuman, buah-buahan yang paling mewah yang dihidangkan di nampan, piring emas di istananya.
Ringan, bebas, tiada perjanjian, tamu yang mengganggunya dan lelah bekerja, tertidur dibawah pohon teduh dengan udara yang segar, dibelai angin sepoi.
“Siapa yang raja sebenarnya? Saya yang ‘dikurung’ di istana dulu, atau saya yang sekarang bebas sedang tidur dibawah pohon ini? Inilah firdaus.
Sehat, merdeka membuat hidup menyenangkan, bahagia ” ia membatin.
This is my book. You can read it.
No comments:
Post a Comment