Monday, January 30, 2017

Tumbuh-tumbuhan Liar

Sebuah tembok tua memanjang antara Jl. Tanah Abang I dan Petojo Enclek XIV bagaikan sisa-sisa tembok benteng kuno. Tembok itu sudah ditumbuhi rerumputan, dan bunga liar merambat, menghiasi dengan manis celah-celah tembok dan membingkai bekas pintu-pintu masuk dengan bunga-bunganya.

Menjelang 17 Agustus atau jika ada aksi kebersihan sebagaimana biasanya di mana-mana, tembok itu “dibersihkan”.

Namun apa yang dihasilkan justru sebaliknya; yakni kegersangan tembok yang rusak, bopeng dan tidak enak untuk dipandang, karena tumbuh-tumbuhan liar yang dikenakan pembersihan itu, justru memperindah dan menutupi kejelekan dan kekotoran tembok ini, bagaikan rambut indah yang menutupi bekas luka di wajah seorang.

Wahai tumbuh-tumbuhan liar yang malang!

Sang Bayu menarikan, membuaimu dalam gerak gemulai; para seniman menyanyikanmu dalam nada dan syair, melukis mu dalam sapuan garis dan warna indah, dan umat insan menyambut dan mengecupmu dalam bahagia.

Sang Maha Seniman sendiri yang “melukisnya” di atas kanvas tembok tua  itu, “menghiasi” tebing gunung, tepi jurang, tepi sungai dengan pohon-pohon liar; “merenda” pinggir jalan dan selokan kita dengan ilalang, rerumputan serta bunga-bunga padang.

Kepicikan kita saja yang tak dapat melihat keindahan mereka dan menganggap apa yang tidak berharga sama dengan “tidak berguna” dan “jelek”, sedangkan apa yang mahal sebagai “berharga” dan “indah”.

Oktober 1987,


Dimuat Media Indonesia 23 Agustus 1991

This is my book. You can read it.

No comments: