Saturday, January 28, 2017

Kejuaraan Yang Lebih Manusiawi

Pudarlah impian, harapan, bersama gugurnya hampir semua jago-jago kita. Tinggallah pasangan Ricky, Rexy.

Dalam  panas, sengitnya pertarungan, mereka sudah tidak mengingat lagi akan medali emas yang ingin direbut, iming-iming hadiah-hadiah yang akan menanti, jika menang.

Sayup-sayup bait-bait "Negeri, tanah air, bangsa, rakyatku yang ku cinta" mengalun di hati mereka. Ini saja sepertinya yang diingat. Oh, mereka tidak akan berduka, andaikan mereka sebagai pribadi gagal. Tetapi kalau sampai gagal membela entah itu bangsa, rakyat, negeri, atau adik, anak, ayah, ibu, istri, kekasih, itu tak tertahankan, amat menyakitkan. Lain kalau tidak dicintai.

Bisikan hati mereka seakan-akan mewajibkan, memerintahkan mereka tidak boleh kalah, meski lebih mudahlah jika menyerah, kalau mengingat betapa mereka berkali-kali amat dekat tepi jurang kekalahan yang membuat yang menyaksikan sampai bergidik dan gelisah.

Kalau mengingat, betapa tangguh pasangan lawan dan betapa gigih mereka pula, membela negeri dan rakyat mereka dengan semangat yang tidak kurang, tidak kalah dari fihak kita.

Dan doa dipanjatkan bagi pahlawan-pahlawan kita disini dan juga doa bagi pahlawan-pahlawan mereka disana. Tetapi Tuhan tidak memihak. Ah, sulitnya menentukan, memilih, fihak mana yang harus dimenangkan, fihak mana dikalahkan.

Alangkah sedihnya, kalau akhirnya pahlawan-pahlawan lawanlah yang begitu hebat, tangguh, mengagumkan harus gugur.

"Buat kejuaraan yang lebih manusiawi" seru batin saya.

Macam itulah emas yang direbut dan dipersembahkan  Ricky, Rexy. Emas yang jauh melebihi medali emas Olimpiade. Rasanya bagai kesejukan di musim kemarau kemelut.

Sebuah suvenir yang tak akan terlupakan dari Atlanta.

Kalaupun ada orang yang lebih bahagia dan lebih bangga, ialah sang guru, pelatih, Christian Hadinata. Di tempat tidur ia merenung dan merayakan hasil tempaan, karyanya. Dan saya lalu teringat Sang Penyair berkata: "Buah karyalah yang memuji (mengharumkan nama) Sang Maestro." *

* Soll das Werk den Meister loben - Schiller
Dimuat Suara Karya Agustus 1996

This is my book. You can read it.
    

No comments: