"Pisangkah?"
"Bukan."
"Durenkah?"
"Bukan pula, melainkan rokok. Rokok itu pria punya selera menurut iklan yang terpampang dimana-mana di tahun 1990-an."
Meski nikmat, mesra, eksklusif kata orang, tetapi kalau saya sebagai pria punya selera, malah merasa lebih nikmat, lebih mesra,lebih eksklusif lebih energik, lebih diilhami jika ditemani wanita dari pada ditemani rokok.
Lagi pula, segagah, seperkasa apapun, seorang pria tidak lebih laki-laki jika tidak didampingi perempuan, bukan karena tidak didampingi rokok, atau kuat minum bir, berjas,
bahkan ber-Mercy.
Tiada aib yang lebih besar bagi pria, selain tidak "dilihat", dianggap wanita, karena hanya wanitalah yang bisa mengangkat pria menjadi laki-laki sejati, bukan rokok.
Dan ia masih akan memilih wanita ketimbang memilih menjadi presiden.
Pria punya selera? Jelaslah wanita, Hawa, woman, vrouw.
Dimuat Bisnis Indonesia, 12 April 1991
This is my book. You can read it.
No comments:
Post a Comment